arrow_upward

Cerita Tragis di Balik Keunikan Lubang Jepang

Wednesday, 8 December 2021 : December 08, 2021


Indonesia merupakan negara yang memiliki  sumber daya alam berlimpah, seperti rempah-rempah. Selain itu Indonesia juga terletak di wilayah yang strategis, sehingga menjadi tempat persinggahan oleh bangsa-bangsa dari beberapa negara di dunia. Kekayaan alam itu lah, Indonesia ingin dikuasai oleh negara-negara lain, salahsatunya Jepang. 

Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun. Selama menjajah penuh dengan kekejaman pada rakyat Indonesia.

Mereka membuat rakyat Indonesia hidup tak secara manusiawi, melakukan kerja paksa, membangun penjara dan menyiksa tahanan dengan begitu sadis.

Bahkan sampai saat sekarang, bukti dari kekejaman tersebut dapat ditemui seperti  Lubang Jepang yang terletak di Jalan Panorama, Bukit Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Lubang Jepang salah satu objek wisata menarik di Kota Bukittinggi.


Lubang Jepang adalah terowongan terpanjang yang ada di Sumatera Barat dengan kedalaman 49 meter di bawah permukaan tanah. Kemudian panjangnya 1.470 meter, namun pada saat ini Lubang Jepang yang boleh dimasuki hanya sepanjang 750 meter, dan lebar 2 meter.


Di dalam Lubang Jepang ada 21 ruangan yang terdiri dari pintu pelarian, barak militer, ruang sidang, ruang makan, penjara,  dapur, pintu penyergapan, ruangan amunisi. 

Menurut sejarah, Lubang Jepang adalah hasil kerja paksa rakyat yang di tawan oleh tentara Jepang atau di sebut (Romusha). 


Pada waktu itu setiap kepala daerah mengirimkan data laki-laki yang masih produktif ke tentara Jepang, setelah itu mereka akan dipanggil untuk menjadi Romusha, setiap mereka yang telah di rekrut itu sering sekali tidak kembali kepada keluarganya. 

Romusha  akan diberi pakaian khusus dari goni yang berkutu, dan setiap hari Romusha harus melakukan pekerjaan tanpa istirahat walaupun tanpa asupan makanan yang cukup. Tentara jepang akan selalu mengawasi jika ada yang melawan, melarikan diri, bahkan mengambil waktu untuk istirahat maka mereka akan di cambuk.

 Lubang Jepang didirikan sekitar tahun 1942 yang  digunakan sebagai tempat pertahanan militer Jepang.

Para pekerja paksa Lubang Jepang tidak diambil dari rakyat pribumi namun didatangkan dari Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi.


Tujuan pekerja ini dari luar pulau Sumatera, agar terjaga kerahasiaannya, begitu juga sebaliknya rakyat pribumi di kirim ke daerah lain. 

Lubang Jepang dibuat dengan peralatan yang seadanya seperti cangkul, linggis, pahat dan lainnya. Dari kerja paksa yang dilakukan Jepang ini, banyak warga Indonesia yang kehilangan nyawanya. 

Ruangan penjara yang ada di Lubang Jepang, dulu digunakan sebagai ruangan  bagi tawanan perang Jepang. 

Namun pada saat penemuan Lubang Jepang itu sendiri, banyak ditemukan tengkorak dan tulang –tulang di dalamnya, dan di kubur kan secara  massal tepatnya di ruangan penjara. Di sebelah penjara terdapat  dapur sebagai tempat penyiksaan pekerja paksa atau tawanan perang, lalu di mutilasi dan di buang ke Ngarai Sianok melalui lubang kecil yang terdapat di dalam dapur. 

Pada saat sekarang Lubang jepang di jadikan sebagai salah satu objek wisata sejarah di Bukittinggi. Menurut sejarahnya Lubang Jepang di jadikan tempat wisata pada tahun 1984 oleh pemerintah Kota Bukittinggi. Ketika memasuki Lubang Jepang para pengunjung harus menuruni puluhan tangga yang curam dengan ke dalaman 64 meter. Tangga ini diberi besi pembatas untuk memisahkan jalur masuk dan keluar. 


Menyelusuri terowongan ini, membutuhkan waktu  paling lama 20 menit. Sekarang dinding Lubang Jepang telah ditutupi dengan semen dan di bagian dalamnya juga di lengkapi dengan listrik, sehingga sudah ada penerang dan beberapa kamera video cctv.

Akses  ke Lubang Jepang, pengunjung bisa menggunakan kendaraan pribadi dan juga transportasi umum. Kemudian pada pintu masuk utama  ke Lubang Jepang,  pengunjung akan membayar karcis masuk sebesar 15000 rupiah. Setelah berada di dalam kawasan Taman Panorama Lubang Jepang, pengunjung akan  disuguhkan pemandangan yang indah Ngarai Sianok.

Penulis : Imulia Rahmadani Azis (Mahasiswai Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, IAIN Bukitinggi).