Saya lahir di Kota Jakarta dan tidak tau sama sekali tentang kebudayaan Minangkabau, akan tetapi ayah saya asli orang Minangkabau. Hal yang saya ketahui tentang budaya dar Minangkabau adalah merantau, Seorang anak laki-laki diharuskan bagi mereka untuk merantau, jika ada anak laki-laki yang tidak pergi merantau untuk mengadu nasib di kota-kota besar, maka itu aib bagi keluarganya, karena hanya perempuan saja yang boleh dan menetap di rumah.
Merantau itu merupakan penentuan jadi diri sendiri bagi seseorang, dengan merantau artinya telah keluar dari zona nyamannya di kampung halaman.
Kampung kelahiran memang banyak
kenyamanan, perhatian orang tua dan sanak family. Tetapi sangat kaku dengan
dunia luar dan sedikit pengalaman tentang kehidupan, baik itu depetik dari kesusahan
kesenangan yang di alami di dunia perantauan.
Menurut saya budaya merantau di
Minangkabau masih ada sampai sekarang, bukti pertama bahwa anak-anak muda
Minangkabau itu merantau adalah dari banyaknya surau-surau di ranah minang itu pengurus
surau nya itu dari luar daerah bukan pemuda asli daerah tersebut. Bukti kedua
bahwa banyak kawan-kawan saya di Jakarta itu berasal dari Minang.
Dengan merantau kita pun sudah
mengikuti Sunnah nabi Muhammad shollahu alaihi wa salam, karena dengan merantau
kita bisa lebih mendalami ilmu pengetahuan dan dengan merantau kita akan lebih
bersyukur dengan kehidupan yang ada. Seperti sabda Nabi , "Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di
jalan Allah sampai ia kembali". Memang
merantau di zaman dahulu dan sekarang ada sedikit perbedaan, salah satunya jika
dahulu merantau hanya untuk penyambung hidup ditengah sulitnya ekomoni rendah
dan sekarang banyak yang merantau bukan hanya sekedar mengadu nasib untuk
menyambung hidup agar ekonomi lebih terjamin akan tetapi unuk menimba ilmu,
seperti kata pepatah arab dulu “tuntutlah
ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”, “tuntutlah ilmu sampai ke negri Cina”.
Bagi saya merantau itu feel atau rasa ketika berjauhan dari
orang tua dan kampung halaman itu lebih tersentuh dan lebih bisa menjadikan
diri lebih mandiri. Lika liku kehidupan di tanah rantau, bisa membentuk mental lebih
kuat dan tegar.
KH. Nasaruddin Umar pernah berkata ketika beliau sedang mengkaji buku Al-Hikam, dan beliau berkata “segala sesuatu itu akan lebih terasa apalagi doa, akan lebih berasa aura nya ketika kita jauh dari orang tua dan kampong halaman, karena dengan rasa kerinduan itu lah yang trkadang membuat para perantau lebih khusu’ dalam beribadah”.
Hal yang bisa diambil contohnya, ketika melihat foto keluarga di rumah sendiri itu akan terasa biasa saja, akan
tetapi jika kita melihat foto keluarga kita di perantauan itu akan lebih berasa
kerinduan dan lebih khusu’ dalam
beribadah, yang seperti itulah doa akan cepat terkabulkan.
Dari penjelasan di atas bahwa adat dan istiadat Minangkabau itu telah menjunjung nilai-nilai yang tinggi seperti itu, nilai-nilai keislaman telah diajarkan turun menurun dari nenek moyang di ranah minang. Akan tetapi penjelasan dari hakikat merantau terkadang orang kurang memahami dan kurang mendalami, jadi hanya tau dari sisi duniawi saja.
Penulis : Jihad Abdul Jalil (Mahasiswa KPI, IAIN Bukittinggi)
