arrow_upward

Hakikat Merantau Menurut Adat Minangkabau

Sunday, 21 November 2021 : November 21, 2021


          

Saya lahir di Kota Jakarta dan tidak tau sama sekali tentang kebudayaan Minangkabau, akan tetapi ayah saya asli orang Minangkabau. Hal yang saya ketahui tentang budaya dar Minangkabau adalah merantau, Seorang anak laki-laki diharuskan bagi mereka untuk merantau, jika ada anak laki-laki yang tidak pergi merantau untuk mengadu nasib di kota-kota besar, maka itu aib bagi keluarganya, karena hanya perempuan saja yang boleh dan menetap di rumah.

       Merantau itu merupakan penentuan jadi diri sendiri bagi seseorang, dengan merantau artinya telah keluar dari zona nyamannya di kampung halaman.

Kampung kelahiran memang banyak kenyamanan, perhatian orang tua dan sanak family. Tetapi sangat kaku dengan dunia luar dan sedikit pengalaman tentang kehidupan, baik itu depetik dari kesusahan kesenangan yang di alami di dunia perantauan.

Menurut saya budaya merantau di Minangkabau masih ada sampai sekarang, bukti pertama bahwa anak-anak muda Minangkabau itu merantau adalah dari banyaknya surau-surau di ranah minang itu pengurus surau nya itu dari luar daerah bukan pemuda asli daerah tersebut. Bukti kedua bahwa banyak kawan-kawan saya di Jakarta itu berasal dari Minang.

Dengan merantau kita pun sudah mengikuti Sunnah nabi Muhammad shollahu alaihi wa salam, karena dengan merantau kita bisa lebih mendalami ilmu pengetahuan dan dengan merantau kita akan lebih bersyukur dengan kehidupan yang ada. Seperti sabda Nabi , "Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai ia kembali". Memang merantau di zaman dahulu dan sekarang ada sedikit perbedaan, salah satunya jika dahulu merantau hanya untuk penyambung hidup ditengah sulitnya ekomoni rendah dan sekarang banyak yang merantau bukan hanya sekedar mengadu nasib untuk menyambung hidup agar ekonomi lebih terjamin akan tetapi unuk menimba ilmu, seperti kata pepatah arab dulu “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”, “tuntutlah ilmu sampai ke negri Cina”.

Bagi saya merantau itu feel atau rasa ketika berjauhan dari orang tua dan kampung halaman itu lebih tersentuh dan lebih bisa menjadikan diri lebih mandiri. Lika liku kehidupan di tanah rantau, bisa membentuk mental lebih kuat dan tegar.

KH. Nasaruddin Umar pernah berkata ketika beliau sedang mengkaji buku Al-Hikam, dan beliau berkata “segala sesuatu itu akan lebih terasa apalagi doa, akan lebih berasa aura nya ketika kita jauh dari orang tua dan kampong halaman, karena dengan rasa kerinduan itu lah yang trkadang membuat para perantau lebih khusu’ dalam beribadah”

Hal yang bisa diambil contohnya, ketika  melihat foto keluarga di rumah sendiri itu akan terasa biasa saja, akan tetapi jika kita melihat foto keluarga kita di perantauan itu akan lebih berasa kerinduan dan lebih khusu’ dalam beribadah, yang seperti itulah doa akan cepat terkabulkan.

Dari penjelasan di atas bahwa adat dan istiadat Minangkabau itu telah menjunjung nilai-nilai yang tinggi seperti itu, nilai-nilai keislaman telah diajarkan turun menurun dari nenek moyang di ranah minang. Akan tetapi penjelasan dari hakikat merantau terkadang orang kurang memahami dan kurang mendalami, jadi hanya tau dari sisi duniawi saja.

PenulisJihad Abdul Jalil  (Mahasiswa KPI, IAIN Bukittinggi)